Senin, 26 Maret 2018

Darurat Sampah

Laut Dunia Darurat Sampah Plastik, Indonesia Turut Menyumbang??

Sampah
Fotografer Caroline Power mengatakan bahwa sebuah pulau limbah plastik yang baru saja didokumentasikannya lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di samudra Atlantik dan Pasifik. Sampah plastik telah menjadi konsekuensi umum bagi lingkungan. Namun, kondisi ini benar-benar sangat memprihatinkan. (Phys.org)
Polusi akan menimbulkan dampak kerusakan luar biasa pada kehidupan laut. Selain mengotori lautan, sampah plastik juga termakan dan meracuni hewan-hewan laut.

Kita kerap melihat banyak sampah plastik saat berkunjung ke pantai di Indonesia. Namun, tahukah Anda bahwa polusilaut ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia?

"Ini adalah krisis planet. Setelah beberapa dekade yang singkat sejak manusia menggunakan plastik, kita justru merusak ekosistem kelautan," kata kepala angkatan laut PBB, Svensson, kepada BBC News, Selasa (5/12/2017) menjelang pertemuan tingkat tinggi PBB di Nairobi.

Dia memperingatkan bahwa polusi laut akan menimbulkan dampak kerusakan luar biasa pada kehidupan laut. Selain mengotori lautan, sampah plastik juga termakan dan meracuni hewan-hewan laut.

Svensson melihat sendiri kondisi di sebuah rumah sakit penyu di Kenya yang khusus merawat hewan yang menelan limbah plastik. Salah satu pasien di rumah sakit tersebut adalah seekor anak penyu yang mengalami bengkak di bagian perutnya dan tidak lagi bisa mengendalikan daya apung karena terlalu banyak makan plastik.

Meski penyu itu kini sudah dikembalikan ke habitatnya, namun tidak ada yang bisa memastikan bahwa hewan tersebut tak akan lagi makan plastik.

"Ini sangat menghancurkan hati, tapi itu kenyataannya. Kita perlu berbuat lebih banyak untuk memastikan plastik tidak ke laut," tegasnya.

Menurut Svensson, hal ini merupakan tantangan besar untuk semua negara di dunia, dan salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan menyetujui resolusi untuk menghilangkan sampah plastik di lautan, seperti yang baru saja diajukan di Norwegia.

Jika semua negara setuju dengan tujuan jangka panjang tersebut dan sepakat memberantasnya, maka hal itu akan menjadi keberhasilan PBB.

Menanggapi resolusi ini, pemerhati lingkungan berpendapat bahwa masih perlu tindakan yang lebih nyata untuk polusi plastik. "Kami membutuhkan produsen yang bertanggung jawab atas produk plastik mereka dan kami ingin melihat pola konsumsi yang mendorong semua ini," ujar Tisha Brown dari Greenpeace.

Hasil riset Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, Amerika Serikat, yang dipublikasikan pada 2015 menyebutkan bahwa Indonesia menyumbang sampah plastik terbanyak nomor dua di dunia. Pada saat itu, berat sampah plastik yang disumbang mencapai 187,2 juta ton.

Angka ini di bawah China dengan volume sampah mencapai 262,9 juta ton. Kemudian disusul oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka.

Indonesia memang telah berjanji untuk mengurangi sampah plastik di laut sampai 75 persen pada 2025. Akan tetapi, beberapa pengamat masih meragukan peraturan hukum yang cukup kuat untuk mewujudkannya.

Limbah plastik juga menjadi agenda pemerintah China bulan ini. Negara tersebut akan mempertemukan para ahli dunia dengan para pemimpin China dalam sebuah dialog tingkat tinggi untuk membahas masalah lingkungan.

"Butuh waktu 10 tahun untuk menyepakati perjanjian PBB terkait sampah plastik. Tapi kita tidak bisa menunggu selama itu. Kita harus maju melalui PBB, mendapat dukungan dari masyarakat sipil, pelaku bisnis, dan perlu dukungan lebih banyak pemerintah untuk mengambil tindakan nyata," kata Svensson.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar